Merbabu Part #1 : Mbak, Masih Jauh Nggak?

Jogja, 27 Desember 2016

     Gerimis dan terang bergantian. Hawa cukup dingin menyerang wilayah Jogja selatan. Saat itu masih pukul 08.00 dan kami bertiga: saya, Caca, dan Mbak Lina berkumpul di rumah Fahrul. Hari ini adalah hari di mana saya dan rombongan yang berjumlah 11 sudah bersepakat untuk mendaki Gunung Merbabu.

     Gunung Merbabu, memiliki ketinggian 3142 mdpl dan terletak di Jawa Tengah. Terdapat dua jalur pendakian: Wekas dan Selo. Wekas memiliki medan yang lebih menantang daripada Selo. Sebagai pendaki pemula, saya request jalur yang tidak terlalu ekstrim sehingga kami memutuskan mendaki melalui Selo. Pukul 09.00 tepat, kami berempat (karena yang lain berangkat dari Semarang) memulai perjalanan.

     Mbak Lina adalah driver saya yang paling tangguh. Nylempit di antara kendaraan saat lampu merah, jangan ditanya. Apalagi di jalan Magelang yang super ngeri karena banyak kendaraan berat. Belum lagi setelah masuk Muntilan, jalan yang naik turun dan berkelok tidak mengurangi ketangguhannya. Bigthanks, mbak.

     Perjalanan rombongan Jogja melewati rute Bantul – Ringroad Barat – Ringroad Utara – Denggung – Jalan Magelang – Muntilan – Arah Boyolali – Selo. Berhenti tiga kali: pertama di Sewon tepatnya di RAS BEBAS Adv (selatan pengolahan limbah) untuk mengambil tenda, kedua di pom bensin daerah Muntilan untuk pengisian bahan bakar, dan ketiga di minimarket sebelum Selo untuk membeli sedikit amunisi.

     Jarak yang terhitung asing bagi saya yang jarang melakukan perjalanan jauh membuat saya bertanya sekali dua kali ke mbak Lina: mbak, masih jauh nggak? Maklum, saya bukan orang yang betah berlama-lama di atas kendaraan. Apalagi dengan carrier 55L di pundak. Sekalipun mbak Lina sering mengingatkan untuk mengambil posisi yang nyaman, dasar saya-nya yang rewel. Setelah pertanyaan kedua apa ketiga (saya lupa), mbak Lina menegaskan: nanti pas mendaki, jangan tanya masih jauh apa enggak ya. Aku mengangguk sambil memahami. Ya, kalau tanya masih jauh, nanti jaraknya beneran jadi tambah jauh.

Selo, 27 Desember 2016

     Sesampainya di Selo, kami sempat berhenti di minimarket. Saat itu adek saya Fahrul, belanja cukup banyak. Dia pengen bikin pudding, roti panggang, bahkan ubi ungu yang ditepungin. Sayang sekali tidak ada ubi, akhirnya hanya beli bahan pudding, roti panggang, dan minuman penghangat badan. Perjalanan dilanjutkan sekitar 2 kilometer dan ternyata rekan-rekan dari Semarang sudah sampai di kecamatan Selo. Saat itu saya bertemu kawan baru: Akbar, Linda, Yola, Astuti, Alfan, Dwi, dan Fitri.

     Sebelum basecamp yang sesungguhnya, kami dihadang pemuda setempat. Retribusi per orang 2500. Sebenarnya dari penampilan, itu jelas pungli. Tidak berseragam dan penetapan 2500 per orang cukup membuat saya heran. Satu rombongan diurus lebih dari satu orang (petugas) yang koordinasinya payah. Uang sudah dibayar, masih ditagih. Ya sudah, intinya, siapkan 2500 dikali jumlah rombongan untuk retribusi di bawah basecamp.

     Setelah jalan setapak yang kanan kiri dipenuhi tanaman daun bawang, kami menemukan pos pelaporan. Retribusi pos pelaporan sebesar 15000 per orang. Hati-hati Senin harga naik. Hehe. Sebagai warga negara yang baik, sebaiknya melapor agar tercatat sebagai pendaki. Usai melapor, pilihlah basecamp yang tidak terlalu jauh dari gerbang pendakian. Kami ber-11 memilih basecamp Pak Narto, sebenarnya sudah janjian juga dengan adik saya yang lain (Lyliek Bayu), namun ternyata di antara kami ada miss komunikasi terkait hari. Akhirnya dia  dan teman-temannya memutuskan mendaki satu hari lebih awal, dan kami bertemu saat dia dan teman-temannya turun gunung.

     Pukul 12.00 siang, kami meluruskan kaki sebentar di basecamp Pak Narto. Memesan seporsi nasi rames seharga 10000 dan segelas teh hangat seharga 2000. Kami cek ulang perlengkapan, dan pukul 14.00 tepat, kami mulai berangkat. Saya diminta adek saya Fahrul untuk berjalan paling depan, niatnya sebagai penentu langkah. Namun ternyata langkah saya cukup payah, dengan rasa tahu diri (hehehe) akhirnya saya meminta yang lain untuk mendaki lebih dulu. Saya di belakang bersama mbak Lina, Linda, dan Fitri. Satu pesan yang selalu saya ingat selama pendakian: jangan bertanya, masih jauh nggak mbak?  karena kalau sampai bertanya seperti itu, (mungkin) jarak akan benar-benar dijauhkan.

Next, Merbabu Part #2

One thought on “Merbabu Part #1 : Mbak, Masih Jauh Nggak?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.