Everyone has their own clock and priority. Setiap orang digariskan memiliki masanya sendiri. Pun, perkara prioritas. Tidak mungkin sama urutan kebutuhan antara satu manusia dengan manusia yang lain. Bahkan kembar sekalipun. Benar, kan?
Semalam, saya bercengkerama dengan seorang tetangga, sebut saja Mawar. Kebetulan selatan rumah saya ada hajatan. Sudah dua tahun pernikahan, Mawar belum juga dikaruniai keturunan. Dia pernah hamil, namun qadarullah Allah ambil kembali titipanNya saat masih berumur 10 minggu dalam kandungan. Ya bagaimana, belum rezeki. Hanya saja Allah telah menunjukkan bahwa dia dan suaminya normal, namun memang belum masanya saja. Semoga Allah karuniakan kesabaran atas dirinya dan keluarganya.
And now, I need to tell you something. I’m 24 yo right now. And I’m fine. But, it’s going bad when everyone asks me : “Kapan?”. Yes, right. Kapan saya menikah. Dengan siapa. Mengapa berlama-lama. Normalkah saya? Terlalu tinggikah standar saya? Dan pertanyaan lain yang I think I don’t need to tell you all, in detail.
Yesterday, I saw everyone laughed. They’re proud of themself by bullying me. I know they’re just kidding. But, for me, it wasn’t. My life isn’t a joke. And it happens everyday. Apakah mereka waras? And never felt like me before?
Start from today. I try to create my own environment by avoiding their “bad mouth” as far as I can. And try to compromise with myself: “Everything is okay, don’t worry. Never change your priority by their comments. It’s just about you. Not them. They don’t know about you. They don’t do anything for you. They couldn’t drive your life. Be focus.”
Tomorrow, may be I decide to get married. But now, I’ve another priority. Menikah adalah sunnah. Sedangkan berbakti kepada orang tua adalah sebuah kewajiban. Beruntungnya mereka yang bisa menunaikan kewajiban dalam ibadah sunnahnya. Namun, kelak pastilah berkurang jatah saya berlama-lama dengan orang tua. Sekiranya, kini saya putuskan untuk menunaikan janji pada diri saya sendiri atas keduanya, mumpung masih ada. Yang perlu kalian tahu dan tidak perlu mengulangi pertanyaan yang sama, “Saya sedang ada prioritas lain. Dan tentulah, kelak akan ada masanya. Dan itu bukan karena campur tangan (komentar-komentar) orang lain, melainkan atas keputusan saya secara sadar atas diri saya.”
Pernah Waktu menikah dulu di umur 25, saya kepikiran, apakah saya masih bisa melaksanakan kewajiban sebagai anak? Alhamdulilah ternyata bisa meski nggak mudah. Yap, yang terbaik adalah menjalankan ibadah dan sunnah bersamaas. But again, everybody have their own clock.