Mato Duwolo di Serambi Madinah
Hari ini, tepatnya tanggal 18 Juli 2023, menandai hari ke-18 perjalanan saya di Serambi Madinah. Di tengah suasana yang tenang ini, saya tak bisa menghindari kerinduan saya terhadap tanah kelahiran, Jogja. Sudah begitu lama sejak terakhir kali saya menyalurkan hasrat menulis, dan pada kesempatan ini, saya ingin menulis tanpa batas dan tujuan yang jelas. Ternyata, Jogja begitu adiktif. Namun, ketenangan saya ada di sini, suami. Sejak tahun 2022, suami saya bertugas di Universitas Negeri Gorontalo, dan itu berarti kami harus menjalani pernikahan jarak jauh. Hari demi hari, kami menantikan pertemuan kami, dan kali ini, saya diberi izin untuk tinggal lebih lama di Gorontalo, selama 1,5 bulan, berkat tugas belajar yang saya jalani.
Tak terasa sudah 18 hari saya berada di sini. Apa yang telah saya dapatkan selama ini? Banyak hal. Namun, sejujurnya, saya tidak merasa terdorong untuk menjelajahi setiap sudut Gorontalo, karena tujuan utama saya pulang (rumah kami di sini) adalah menjadi seorang ibu rumah tangga yang sepenuh hati. Bangun di pagi hari, menyiapkan sarapan untuk suami, membersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, menyetrika, dan masih banyak lagi tugas-tugas rumah tangga yang perlu diselesaikan. Meskipun suami saya membantu menjemur pakaian, saya baru menyadari bahwa menjadi seorang ibu rumah tangga itu sangatlah melelahkan dan terkadang membosankan. Pada hari kelima, saya bahkan sampai meluapkan emosi. Hehehe.
Di tengah kegelisahan yang saya alami, saya mengirim pesan kepada ibu mertua saya, yang juga seorang ibu rumah tangga, “Bu, ternyata menjadi ibu rumah tangga sangat membosankan dan melelahkan, apalagi jika belum ada anak.” Ibu mertua saya menjawab dengan doa. Bagi kalian yang membaca ini, saya mohon dukungan doa juga. Semoga kami segera dianugerahi keturunan yang sholeh-sholehah, yang akan menjadi penyejuk hati bagi kami berdua.
Masih ada kurang lebih sebulan lagi saya berada di sini. Tahun lalu, saya telah mengunjungi Olele untuk snorkeling bersama suami dan teman-temannya. Kami juga pergi ke Tamendao, menikmati ikan tuna di tangga seribu sambil melihat kapal-kapal berlayar, menikmati keindahan Tower Limboto (yang disebut sebagai “Paris”-nya Gorontalo), mencoba makanan khas seperti milu siram, sabonge, wafili, dan masih banyak lagi. Saya sangat berterima kasih kepada keluarga Kak Ni’ma dan Kak Ratyh atas segala bantuan dan keramahannya. Untuk saat ini, entah mengapa, saya hanya ingin menulis. Saya ingin berbagi cerita dan meluapkan isi hati saya melalui tulisan ini.